![]() |
Audiensi P3B Dengan Komisi B DPRD Kabupaten Blora |
Hadir dalam kegiatan Audensi tersebut diantarnya Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Blora Yuyus Waluyo beserta Anggota Komisi B, Asisten 2 Sekda Blora Suryanto, Sekertaris DLH Kabupaten Blora, Perwakilan dari Dindakop UKM Blora, Ketua Iswana Migas Eks karesidenan pati, Ketua P3B Ahmad Wahyudi, dan Anggota P3B sebanyak 25 orang.
Penyampaian dari Perwakilan P3B M.Fuad Andrianto menyampaikan Uneg-uneg kami dari P3B
Ingin para penjual BBM eceran untuk dilegalkan atau diijinkan tanpa ada ancaman ilegal.
“Untuk pembelian BBM pertalite di Blora sangat susah padahal non Subsidi apalagi yang subsidi,” papar Fuad.
Ketua Iswana Migas Eks karesidenan Pati mengatakan peraturan ini berawal dari keluhan masyarakat karena banyak kebakaran SPBU akibat pengisian jerigen dan komplin antrian yang panjang akibat pengisian jerigen.
Pertalite sebenarnya, Sambung Ketua Iswana Migas ada subsidi dari Pertamina saat ini per liter 7.650Rupiah yang seharusnya Rp 8.000,- an. Memang ada peraturan dari pertamina adanya larangan pengambilan Pertalite menggunakan jerigen.
"Apabila ingin dilegalkan di Pertamina ada produk Pertasof meliputi Platinum, Gold dan Silver. Bagi yang ingin resmi silahkan bergabung dengan Pertamina,” tandanya.
Dari Perwakilan Dindagkop UKM Blora mengatakan bahwa ada beberapa aturan yang telah ditetapkan terkait penjualan BBM. Pengecer memang dibutuhkan di daerah terpencil. Namun keberadaanya harus ada ijin dari pemerintah. Tugas kami selaku Dindagkop yaitu Perlindungan konsumen dan Pembina UKM. Harapan kami tidak ada yang dirugikan.
Sementara itu, Asisten Bidang perekonomian Suryanto mengatakan kita sudah tahu semua bahwa Pom Mini hingga saat ini belum ada ijinnya, namun pemerintah masih toleransi.
“Pom Mini bisa memperpendek jalan dari rumah ke SPBU. Disisi lain Setiap hari antrian di SPBU yang lama akibat pengisian jerigen. Pemerintah menghargai kewenangan dari pertamina. Harapan dari pengusaha Pom Mini akan diusahakan sebatas kewenangan kami,” tutur Suryanto.
Disisi lain Ketua P3B Ahmad Wahyudi menyampaikan bahwa melalui audensi ini kami mohon untuk minta solusi terbaik terkait perijinan Pom Mini. Dulu kami pernah berhubungan pihak pertamina untuk mendirikan pertasof namun harga eceran yang ditetapkan lebih tinggi dari SPBU.
“Namun kami merasa keberatan terkait paraturan. Kami mohon untuk diberikan solusi terkait Pom Mini,” keluh Ahmad.
Lanjut Ahmad, keluhan dari pengecer Pom Mini kami disini ingin mendapat solusi, namun kami disodorkan regulasi yang sama sekali tidak ada yang memihak kepada kami.
“Solusi dari pertamina yang meliputi Pertasof Platinum, Gold dan silver. Kami sangat keberatan terkait permodalan yang mencapai 250an Juta rupiah,” keluhnya.
Dari Audensi tersebut Ketua Komisi B memberikan tanggapan dan kesimpulan bahwa Komisi B DPRD Blora akan berusaha membantu kepentingan P3B kedepan. Namun hasilnya tidak bisa instant karena Perda atau Perbup harus mengikuti peraturan di atasnya.
“SPBU diharapkan bisa melayani pembelian BBM dengan jerigen dengan mengutamakan pengecer dari wilayah yang jauh dari SPBU,” jelas Ketua Komisi B.
Dihimbau, istilah Pom Mini supaya di kembalikan seperti dulu yaitu pengecer karena belum ada payung hukumnya. Program dari Pertamina berupa Pertasof dirasakan sangat berat bagi pengecer kecil dengan permodalan kecil juga. Ini masih jalan panjang untuk kita carikan solusi. Problem ini akan kami sampaikan ke level yang lebih tinggi. (SYN/RED)
hak jawab:
Terima Kasih Komentar Dari:
Kak WayFebruary 6, 2020 at 11:41 PM
Komentar Dari:
Kak Way February 6, 2020 at 11:41 PM - Blog: CV.
Abadi Jaya Asyia (AJA)
Maaf sedikit sy luruskan berita ini ya admin :
Untuk Audensi antara P3B dgn DPRD untuk pertemuan
silaturahmi dan meminta solusi untuk legalitas pedagang BBM eceran yg
menggunakan mesin Pommini.
Mengenai perihal dibawah ini :
1. Berhubungan dgn pernyataan ketua hiswana migas
(Sumanto), SPBU yg kebakaran ketika kami tanyakan mereka tdk bisa memberikan
data SPBU yg terbakar dikarenakan pengambilan BBM.
2. Ttg BBM Pertalite merupakan produk subsidi,
tidak ada keterangan yg jelas...bahkan berita yg kami tangkap Pertalite mmg
produk non subsidi.
3. Solusi untuk mendirikan Pertashop, wajib digaris
bawahi bahwa program itu pernah kami terima, akan tetapi dengan perhitungan
bisnis tidak mungkin jalan, dg perhitungan seperti ini simplenya :
Pertashop menjual BBM Pertalite
a. Harga jual Pertalite di SPBU : Rp 7650/L
b. Harga Tebus Pertalite untuk Perta shop : Rp
7800/L
c. Harga jual Perta shop untuk kulakan : Rp 8200/L
d. Harga jual untuk konsumen/motor : Rp 8700/L
Dari selisih penjualan antara SPBU & Pertashop
untuk kulaan atau ke konsumen lgsg harga lbh tinggi harga SPBU, dan tidak
mungkin untuk dijalankan, krn konsumen akan ttp beli ke SPBU krn harga
dipertashop jauh lebih tinggi. jika ttp didirikan estimasi penjualan antara 50L
~ 100L/Hari,jika keuntungan Rp 900/L, keuntungan dalam 1 hari hanya Rp
50.000/Hari,dan dalam Rp 1.500.000/bln. Dgn perhitungan keuntungan per bulan
dan biaya operasional dan gaji karyawan pertashop mustahil untuk dijalankan.
4. Modal pendirian pertashop antara lain :
a. Harus menyiapkan lahan sendiri tanah pribadi /
sewa
b. Modal bangunan, perijinan dan deposit sebesar
350jt ~ 500jt
c. Jika ijin pertashop sdh keluar bisa dijaminkan
ke bank untuk ambil pinjaman.
Kegamangan untuk mendirikan pertashop, jika untuk
modal pendirian kami pinjam bank 500jt, dan setoran 17jt/bln tidak mungkin bisa
jalan jika keuntungan Rp 1.500.000/bln.
Kesimpulan :
1. Bahwa larangan pengambilan BBM hanya terjadi
dijawa tengah, jawa timur, jawa barat dan daerah lain bebas untuk pengambilan
BBM pertalite.
2. Kami menyimpulkan bahwa larangan pengambilan
pertalite hanya untuk menjalankan/mendirikan program pertashop dijawa tengah yg
ingin dijadikan percontohan. karena program tidak bisa dijalankan semua wilayah
dijawa tengah menolak. jika beralasan pertalite merupakan BBM bersubsidi
tentunya disemua wilayah Indonesia akan ada larangan pengambilan BBM pertalite,
faktanya larangan itu hanya di jateng saja.
3. Fakta dilapangan keberadaan penjualan BBM eceran
sangat membantu dan dibutuhkan masyarakat, menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat & memperpendek/terjangkau konsumen
untuk mendapatkan BBM.
Dg perhitungan seperti ini, jika konsumen ke SPBU
dg jarak 3 km, bs diakumulasi jarak yg ditempuh 6 km pulang pergi, atau bisa
menghabiskan BBM 0.5L (Rp 3600), jika beli di pommini dekat dan pommini hanya
ambil keuntungan antara Rp 700 ~ Rp 1000/L, jadi pembelian dipommini lbh hemat
drpd beli di SPBU yg jaraknya lbh jauh.
4. Kami jg sangat berterimakasih kpd Bpk/Ibu DPRD
Kab.Blora, Perindakop, Perekonomian, Perijinan dan kawan kawan wartawan.
Maaf sedikit sy luruskan berita ini ya admin :
ReplyDeleteUntuk Audensi antara P3B dgn DPRD untuk pertemuan silaturahmi dan meminta solusi untuk legalitas pedagang BBM eceran yg menggunakan mesin Pommini.
Mengenai perihal dibawah ini :
1. Berhubungan dgn pernyataan ketua hiswana migas (Sumanto), SPBU yg kebakaran ketika kami tanyakan mereka tdk bisa memberikan data SPBU yg terbakar dikarenakan pengambilan BBM.
2. Ttg BBM Pertalite merupakan produk subsidi, tidak ada keterangan yg jelas...bahkan berita yg kami tangkap Pertalite mmg produk non subsidi.
3. Solusi untuk mendirikan Pertashop, wajib digaris bawahi bahwa program itu pernah kami terima, akan tetapi dengan perhitungan bisnis tidak mungkin jalan, dg perhitungan seperti ini simplenya :
Pertashop menjual BBM Pertalite
a. Harga jual Pertalite di SPBU : Rp 7650/L
b. Harga Tebus Pertalite untuk Perta shop : Rp 7800/L
c. Harga jual Perta shop untuk kulakan : Rp 8200/L
d. Harga jual untuk konsumen/motor : Rp 8700/L
Dari selisih penjualan antara SPBU & Pertashop untuk kulaan atau ke konsumen lgsg harga lbh tinggi harga SPBU, dan tidak mungkin untuk dijalankan, krn konsumen akan ttp beli ke SPBU krn harga dipertashop jauh lebih tinggi. jika ttp didirikan estimasi penjualan antara 50L ~ 100L/Hari,jika keuntungan Rp 900/L, keuntungan dalam 1 hari hanya Rp 50.000/Hari,dan dalam Rp 1.500.000/bln. Dgn perhitungan keuntungan per bulan dan biaya operasional dan gaji karyawan pertashop mustahil untuk dijalankan.
4. Modal pendirian pertashop antara lain :
a. Harus menyiapkan lahan sendiri tanah pribadi / sewa
b. Modal bangunan, perijinan dan deposit sebesar 350jt ~ 500jt
c. Jika ijin pertashop sdh keluar bisa dijaminkan ke bank untuk ambil pinjaman.
Kegamangan untuk mendirikan pertashop, jika untuk modal pendirian kami pinjam bank 500jt, dan setoran 17jt/bln tidak mungkin bisa jalan jika keuntungan Rp 1.500.000/bln.
Kesimpulan :
1. Bahwa larangan pengambilan BBM hanya terjadi dijawa tengah, jawa timur, jawa barat dan daerah lain bebas untuk pengambilan BBM pertalite.
2. Kami menyimpulkan bahwa larangan pengambilan pertalite hanya untuk menjalankan/mendirikan program pertashop dijawa tengah yg ingin dijadikan percontohan. karena program tidak bisa dijalankan semua wilayah dijawa tengah menolak. jika beralasan pertalite merupakan BBM bersubsidi tentunya disemua wilayah Indonesia akan ada larangan pengambilan BBM pertalite, faktanya larangan itu hanya di jateng saja.
3. Fakta dilapangan keberadaan penjualan BBM eceran sangat membantu dan dibutuhkan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat & memperpendek/terjangkau konsumen untuk mendapatkan BBM.
Dg perhitungan seperti ini, jika konsumen ke SPBU dg jarak 3 km, bs diakumulasi jarak yg ditempuh 6 km pulang pergi, atau bisa menghabiskan BBM 0.5L (Rp 3600), jika beli di pommini dekat dan pommini hanya ambil keuntungan antara Rp 700 ~ Rp 1000/L, jadi pembelian dipommini lbh hemat drpd beli di SPBU yg jaraknya lbh jauh.
4. Kami jg sangat berterimakasih kpd Bpk/Ibu DPRD Kab.Blora, Perindakop, Perekonomian, Perijinan dan kawan kawan wartawan.
Terima Kasih Atas Perhatiannya, Salam Kompak.
Delete