 |
Ilustrasi "Tetap Semangat !!!" |
Bidiklensa,- Korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan
merusak. Korupsi adalah penyelewengan
atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sejenisnya untuk kepentingan
pribadi atau orang lain.
Korupsi di Negeri tercinta Indonesia sudah
merajalela dan susah untuk dihentikan. Indonesia sudah dalam tahap yang
mengkhawatirkan, para pelakunya bisa dibilang besar, seperti pejabat-pejabat tinggi
di Negara kita, padahal
bisa dikatakan bahwa kemaslahatan dan kemakmuran Negara kita tergantung mereka.
Budaya korupsi sudah menjadi kebiasaan masyarakat
Indonesia. Semua pejabat pemerintahan
seolah berlomba dan tidak mau kalah dalam kasus
menggerogoti uang rakyat atau korupsi. Mulai dari pejabat papan atas
Indonesia sampai penjabat rendah tidak mau kalah, seperti yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga Legislatif DPR, Hakim-hakim dari kejaksaan, dan juga para
pemimpin daerah di Republik Indonesia.
Hakim yang dianggap wakil Tuhan di muka bumi ini
malah kedapatan menerima suap dalam beberapa kasus besar di Indonesia. Disamping itu, sudah banyak
pelanggaran HAM dalam kasus korupsi di Indonesia.
Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi adalah meliputi:
1. Perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
2. Perbuatan
melawan hukum.
3. Merugikan
keuangan Negara atau perekonomian.
4. Menyalah
gunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Penyogokan adalah penyogok dan penerima sogokan.
Korupsi memerlukan dua pihak, yaitu korup sebagai penyogok (pemberi sogokan)
dan penerima sogokan.
Dibeberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua
aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat
penyogokan. Negara- negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya
tidak sama dengan Negara–Negara yang paling menerima sogokan.
Dua belas Negara yang paling minim korupsinya,
menurut survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh transparasi
internasional pada tahun 2001 adalah Australia, Kanada, Denmark, Finlandia,
Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, Swiss
dan Israel.
Menurut survey persepsi korupsi, tigabelas Negara
yang paling korup adalah Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,
Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina. Namun
demikian, nilai dari survey tersebut masih diperdebatkan karena dilakukan
berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survey tersebut.
Data dari penyidikan kasus korupsi dalam empat
tahun terakhir pada 2014 ada 56 kasus korupsi yang disidik KPK. Kemudian naik
pada 2015 menjadi 57 kasus, dan
pada 2016 naik lagi menjadi 99 kasus.
Berdasarkan data, hingga 30 september ada 78
penyidikan kasus korupsi. Artinya hingga akhir desember nanti masih ada
kemungkinan bertambah. Pejabat Negara yang paling banyak mengkorupsi uang
rakyat justru adalah kalangan wakil rakyat, baik DPR maupun DPRD yakni sebanyak
23 orang.
Para Kepala Daerah dari tingkat Gubernur hingga Walikota
atau Bupati berjumlah 10 orang. Jabatan yang rawan korupsi adalah pejabat
eselon I, II, dan eselon III yakni 10 orang. Dari
kalangan swasta yang terlibat korupsi juga tak sedikit yakni 28 orang.
Modus korupsi yang sering dilakukan adalah
penyuapan. Pada 2014 ada 20 kasus penyuapan, tahun 2015 naik menjadi 79 kasus
penyuapan, dan tahun ini hingga 30
September sudah mencapai 55 kasus penyuapan.
Pemberantasan korupsi sejatinya tak hanya soal
angka-angka, tetapi juga tentang bagaimana perjuangan melawan korupsi harus
digdaya. Tampaknya ini yang terus mendapat ujian. Penyiraman air keras terhadap
penyidik KPK novel Baswedan misalnya, jelas merupakan upaya mengerdilkan
pemberantasan korupsi, dan hari ini memasuki 242 hari, pelaku dan dalang
penyiraman Novel Baswedan masih belum terungkap.
Juga dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik tak
mudah bagi KPK dalam menyidik ketua DPR Setya Novanto yang menjadi tersangka dalam
kasus ini.
Solusi mengatasi korupsi di Indonesia :
1. Menanamkan
aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
2.
Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan control sosial, dengan
tidak bersifat acuh tak acuh.
3.
Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan,
memberantas dan menindak korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak,
memberantas dan menghukum tindak korupsi secara adil.
5. Penetapan sistem penggajian yang layak. Aparat
pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya.
6.
Larangan menerima suap dan hadiah.
7.
Pengawasan masyarakat.
Masyarakat
dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi.
8.
Perlu adanya peran pendidikan.
Peran
pendidikan akan membantu meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi dan
memberantas korupsi. Pendidikan merupakan instrument penting dalam pembangunan
bangsa baik sebagai pengembang dan produktivitas nasional maupun sebagai
pembentuk karakter bangsa.
Buruknya
manusia dapat ditranformasikan ke dalam hal yang positif melalui pendidikan.
Karena pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara.
Pendidikan
merupakan upaya yang normatif
yang mengacu pada nilai-nilai mulia yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa.
9.
Perlu adanya peningkatan ajaran agama.
Kasus
korupsi tidak akan terjadi apabila semua pemimpin atau birokrasi pemerintahan
mempunyai landasan agama yang kuat. Maka dari itu pendidikan agama, penanaman
iman, dan taqwa sangat
diperlukan guna mengurangi atau menghilangkan terjadinya kasus korupsi yang
sekarang ini merajalela di Indonesia.
Penulis :
Siti Roudlotul Badi’atil I